I
Pendahuluan
Dalam
makalah ini, sebelumnya penulis akan mencoba mengklarifikasi perbedaan antara
pengertian pancasila sebagai cabang filsafat, dengan filsafat dari sudut
pandang pancasila. Dr. P. Hardono Hadi dalam bukunya yang berjudul Hakikat dan Muatan Pancasila, menulis
bahwa “Filsafat Pancasila” bisa dimaksudkan sebagai cabang filsafat yang
mempunyai objek pembahasan “Pancasila”. Dari lain pihak, “filsafat Pancasila”
bisa juga dimaksdukan sebagai filsafat atau aliran filsafat yang bisa digelar
berdasarkan muatan-muatan filsafat atau aliran filsafat yang bisa digelar
berdasarkan muatan-muatan ajaran yang termaktub dalam “Pancasila”[1].
Dari sini, kita dapat mengukur dengan merenungkan lebih dalam apa yang
sebenarnya menjadi pijakan kita dalam memandang Pancasila sebagai dasar dan
pedoman Bangsa dan Negara kita tercinta ini, apakah Pancasila merupakan suatu
pandangan filosofis yang perenungannya akan menghasilkan fungsi praktis jika
diamalkan, ataupun sebaliknya, hanya merupakan teori belaka yang kemudia begitu
saja dapat pudar, hilang, dan dilupakan?
Mempelajari lebih dalam, menghayati, mereungkan, dan
akhirnya mengamalkan dengan baik dengan benar akan Pancasila merupakan
kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Akan tetapi pelaksanaan dari
titk tersebut bukanlah perkara yang mudah, sebab kita akan di lemparkan kepada
Hakikat Pancasila, yang terkandung dalam sila-sila maupun butir-butirnya. Kita
juga akan di hadapkan pada norma-norma yang mengandung nilai-nilai tersendiri,
dan untuk memahami itu semua, dibutuhkan pengetahuan serta ilmu yang akan
didapat dengan adanya keauan untuk mempelajarinya secara terus-menerus.
Kemauan, pada akhirnya akan menjadi dasar atau landasan utama, untuk menjadi
seorang yang memiliki jati diri berasaskan, Pancasila.
II
Permasalahan
Pada
bab sebelumnya, sedikit telah saya tuliskan mengenai mempelajari, menghayati,
dan mengamalkan pancasila dengan baik dan benar, yang selanjutnya akan menjadi
rumusan masalah dari makalah yang saya, penulis, akan coba buat. Penghayatan,
dan pengalaman Pancasila itu merupakan suatu urutan yang satu-sama lain tidak
dapat saling mendahului. Untuk dapat mengamalkannya dengan baik, kita harus
terlebih dahulu menghayatinya, jika perlu, secara mendalam.
Nilai-nilai
filsafati Pancasila di dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 diberi kedudukan sebagai dasar negara, tidak akan
berarti apa-apa jika kita sebagai obyek pendukungnya tidak mampu untuk
mengamalkannya sehari-hari. Lebih dalam lagi, penghayatan pancasila secara utuh
jelas membutuhkanilmu dan pengetahuan sebagai dasar untuk mengerti akan hakikat
pancasila. Pada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1978 dinyatakan pula bahwa pengamalan
pancasila itu dapat juga dinamakan sebagai Ekaprasetya Pancakarsa yang memberi
petunjuk yang jelas dan terwujud dalam pengamalan kelima sila dari pancasila, lebih
lanjut pembahasaannya akan termuat pada bab selanjutnya.
Penghayatan
dan Pengamalan, dalam hal ini jelas merupakan sebuah bentuk kesadaran, yang
artinya, jika dilakukan, maka mengindikasikan adanya kemauan dari seseorang.
Dengan didorong oleh rasa kesadaran inilah, yang didasari oleh
pengetahuan/pengertian yang sebaik-baiknya serta jelas tentang kebenaran tadi,
mempulah kita untuk mengembangkan serta mengamalkan pancasila dengan
sebaik-baiknya. Penghayatan pancasila ini dapat dikembangkan secara terus
menerus hingga lahirlah mentalitas Pancsila yang dapat mweujudkan kesatuan
cipta, rasa, karsa dan karya dalam mengemban hak dan wajib atas dasar
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan kita.
III
Pembahasan
Prof.
Drs. H.A.W Widjaja dalam bukunya menuliskan, menurut Prof Notonegoro, yang
didalam kuliahnya pernah dinyatakan bahwa manusia Indonesia seutuhnya adalah:
1)
Berfilsafat Pancasila
2)
Berkpribadian Pancasila
3)
Bermoral Pancasila
4)
Berkesadaran bernegara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila, yang memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
berpegang teguh kepada cita-cita moral rakyat Indonesia yang luhur serta taat
kepada dan menjunjung tinggi hukum yang bersumber kepada Pancasila[2]
Dari
uraian dan rumusan diatas jelaslah telihat makna dari apa yang disampaikan oleh Prof. Notonegoro, bahwa begitu
pentingnya Pancasila untuk dihayati, dan diamalkan oleh seluruh bansga
Indonesia, sebagai kewajiban agar kita, seorang Warga Negara Indonesia dapat
menjadi Manusia Indonesia seutuhnya. Titik tolak penghayatan pancasila adalah kemauan serta
kemampuan manusia Indonesia itu dalam mengendalikan dirinya serta
kepentingannya agar dapat memenuhi kewajibannya menjadi warga negara yang baik.
Dengan berpangkal tolak yang demikian tadi maka untuk menjadi manusia Pancasila
adalah:
1)
Tidak akan menitikberatkan kepada
kepentingan diri sendiri atau prubadinya saja, tetapi harus ada kesadaran bahwa
dirinya merupakan mahluk sosial di dalam kehidupan masyarakat.
2)
Sehingga kewajibannya terhadap
masyarakat harus dapat diutamakan dari kepentingan pribadi.
Pedoman
penghayatan dan pengamalan Pancasila disebutkan sebayak 36 butir, lebih lanjut
lagi dalam bukunya, Penerapan Nilai-nilai Pancasila dan HAM di Indonesia, Prof.
Drs. H.A.W Widjaja menyebutkan petunjuk nyata dan jelas kelima sila yang
tertuang pada naskah p-4 sebagai lampiran ketetapan MPR No. II/MPR/1978
dinyatakan mengenai pengamalan kelima
sila dari pancasila sebagai petunjuk yang jelas dan terwujud[3],
yaitu:
1)
Sila
Ketuhanan yang Maha Esa
Percaya
dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa menjadi kewajiban bagi tiap-tiap manusia
sebagai mahluk Tuhan. Harus saling hormat-menghormati antara pemeluk agama yang
berbeda-beda, sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa manusia sebagai mahluk
tuhan dapat hidup rukun. Tidak memaksakan kepada orang lain untuk beragama,
sehingga orang yang beragama itu atas kesadaran sendiri
2)
Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sebagai
manusia yang dilengkapi dengan akal, rasa, kehendak harus dapat mencintai
sesama manusia. Harus dapat mengembangkan sikap tenggang rasa. Terhadap sesama
manusia harus dapat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
3) Sila Persatuan Indonesia
-
Di dalam sila ketiga ini kita sebagai
manusia Indonesia harus menaydari bahwa kita bertanah air Indonesia, sehingga
harus cinta tanah air dan bangsa.
-
Di dalam pergaulan satu sama lain harus
dapat menunjukkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang berbhineka tunggal
ika.
4) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
-
Disini kita sebagai manusia Indonesia
yang merasa mempunyai sifat Individu dan mahluk sosial harus dapat mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
-
Untuk mengambil suatu keputusan demi
kepentingan bersama harus dengan jalan musyawarah bersama
-
Di dalam musyawarah untuk mencapai
mufakat harus diliputi oleh semanagat kekeluargaan
-
Keputusan yang diambil itu harus dapat
dipertanggung-jawabkan secara moral, serta menjunjung tinggi martabat manusia
serta nilai kebenaran dan keadilan.
5)
Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
-
Sebagai manusia Indonesia atau rakyat
Indonesia harus dapat bersikap adil serta manjauhi sikap pemerasan terhadap
orang lain.
-
Jangan sampai melakukan perbuatan yang
merugikan kepentingan umum.
-
Harus dapat berusaha mewujudkan kemajuan
yang merata dan berkeadilan sosial.
Masih dalam bukunya, Prof. Drs. H.A.W. Widjaja
menjelaskan betapa sila-sila dalam Pancasila adalah berkaitan erat, bahwa
antara satu sila dengan sila lainnya tidak dapat dipisahkan, sehingga permasalahn
yang mengutamakan sila pertama, juga akan menyangkut-pautkan sila kedua,
ketiga, dan keempat. Beliau mengutarakan bahwa, mengenai susunannya, pancasila
adalah hierarkis dan mempunyai bentuk piramida. Pengertian matematika piramida
menurut prof notonegoro, S.H. adalah dipergunakan[4]
untuk menggambarkan hubungan hierarkisdari sila-sila pancasila dalam urutan
luas (kuantitas) dan dalam hal isinya (kualitas) dan dalam saat terjadinya.
Sila yang dibelakang sila lain lebih sempit luasnya, tetapi lebih banyak isinya
dan sifatnya sertamerupakan pengkhususan daripada sila-sila yang di mukanya dan
terjadinya sesudah sila-sila yang dimukanya itu[5].
Contoh urutan sila-sila Pancasila sebagai kesatuan
keseluruhan dalam hubungannya hierarkis piramidal itu adalah sebagai berikut:
1)
sila
pertama: Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi serta
menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab dan seterusnya.
2)
Sila
kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah diliputi
dan dijiwai sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Maha Esa, serta
meliputi dan menjiwaisila-sila selanjutnya
3)
Sila
ketiga: Persatuan Indonesia adalah diliputi dan dijiwai
sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab serta menjiwai
dan meliputi sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebjiksanaan /
permusyawaratan rakyat dan seterusnya
4)
Sila
keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
/ permusyawaratan rakyat adalah dijiwai dan diliputi oleh sila Ketuhanan yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, serta
meliputi dan menjiwai sila yang kelima.
5)
Sila
kelima: Keadilan sosial bagib seluruh rakyat Indonesia
adalah diliputi dan dijiwai Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan /permusyawaratan rakyat sertakeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Sila-sila
Pancasila merupakan kesatuan yang bulat. Maka esensi seluruh sila-silanya jgua
merupakan kesatuan. Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang asli, yang
sudah menjadi unsur-unsur pancasila, telah dimiliki bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala.Pancasila itu sendiri, terdapat di dalam dirinya sendiri,
sehingga, Pancasila adalah suatu substansi yang mengandung esensi.
Berbicara
mengenai substansi, dengan sendirinya juga berbicara mengenai esensi, hingga
bersambung terus dan akhirnya akan membawa kita kepada persoalan mengenai
hakikat. Hakikat dalam pancasila memiliki arti tersendiri dan berbeda pada
masing-masing silanya. Artinya dapat menjadi begitu luas, tergantung pada
bagaimana kita memandang Pancasila. Artinya juga berbeda-beda, karena memang
diciptakan dengan tujuan yang demikian, sehingga seperti yang saya katakan
diatas, cakupannya itu sendiri dengan sendirinya menjadi luas, bahkan
menyeluruh, mengilhami kehidupan berbangsa dan bernegara kita, Indonesia. Akan
tetapi, dari esensi yang berbeda-beda itu kita perlu, atau bahkan wajib,
memegang teguh satu inti, satu esensi, tersembunyi namun terlihat, bisu namun
lantang, bahwa esensi, inti dari pancasila adalah, Bhineka Tunggal Ika, yang artinya, walaupun berbeda-beda, namun
tetap satu jua.
Setelah Pancasila dipelajari, kemudian dihayati lebih
mendalam, maka kita sebagai manusia Indonesia wajib mengamalkan Pancasila.
Dalam pengamalan Pancasila, dapat dibedakan menjadi pengamalan subyektif dan
pengamalan yang obyektif. Pengamalan subyektif dan obeyektif ini tidak dapat
dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap yaitu dengan cara melalui
pendidikan di sekolah, dalam masyarakat, dalam keluarga, dalam didik diri,
sehingga akan didapat secara urut sebagai berikut:
1)
Pengetahuan dalam arti filsafati Pancasila
2)
Kesadaran, dengan penuh rasa sadar orang
selalu ingat dan setia pada pancasila
3)
Ketaatan, dengan ketaatannya seseorang
bersedia mengamalkan pancasila lahir dan batin.
4)
Kemmapuan, atas dasar kemampuan ini
orang dapat melakukan perbuatan pengamalan pancasila.
Dengan
demikian, jelas diketahuia bahwa pengamalan pancasil yang subyektif lebih
penting dari yang obyektif, karena pengamalan secara subyektif, akan menentukan
berhasil atau tidaknya pengamalan secara obyektif. Pengamalan itu sendiri harus
dapat dirsaakan sebagai kewajiban moril etis yang timbul dari hati nuraninya
sendiri, tidak karena dipaksa oleh keharusan hukum tersebut. Dengan demikian
pengamalan secara subyektif akan dapat terlaksana dengan baik, apabila para
subyeknya betul-betuld dengan penuh kesadaran dapat menghayati pancasila
terlebih dahulu. Karena itu tepat sekali bahwa Pancasila merupakan pembinaan
mental atas dasar falsafah Pancasila. Pada akhirnya ucapan the mind behind the man itulah yang akan menentukan di dalam
pengamalan yang subyektif ini.
Sedangkan di dalam pengamalan yang obyektif, isi
pengertian yang terkandung dalam Pancasila sudah tidak lagi abstrak, melainkan
umum kolektif atau dalam dalil logisnya sebagai pengertian yang partikular,
yang dalam hal ini berlakunya dalam ruang lingkup dibatasi pada partikularitas
tertentu. Misalnya, hanya di bidang hukum saja.
Pengamalan
sila yang tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor II /MPR/1978 ini, dapat juga
dinamakan Ekaprasetya Pancakarsa.
IV
Kesimpulan dan Definisi
Butir-butir
pancasila dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-empat, menyatakan dengan jelas
bahwa negara Indonesia didasarkan atas pancasila, pernyataan tersebut
menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia dengan
Pancasila. Pancasila, merupakan pernyataan jati diri bangsa Indonesia, hal ini
berserta unsur-unsur pokok didalamnya termaktub dalam hakikat Pancasila.
Dalam
sebuah pernyataan “jati diri” bangsa Indonesia, maka didalamnya akan terkuak
mengenai identitas bangsa, indentitas
tidak terlepas dari sebuah keunikan, keunikan negara seringkali terhimpun
karena perbedaan budaya, perbedaan budaya ini mendasari terbentuk dan
menyatunya wilayah-wilayah negara demi keamanan, keharmonisan, dan
kesejahteraan di samping rasa sepenanggungan kita sebagai satu bangsa, bangsa
Indonesia. Pertanyaan yang muncul kemudian, apa yang mengikat kita? Adalah
Pancasila, dasar filosofi negara, dengan esensinya yang lantang menyebutkan
atas keBhineka Tunggal Ika-an Bangsa Indonesia, hingga mewujudkan persatuan dan
kesatuan negara Indonesia.alasan-alasan diatas itu sendiri dapat menjadi bahan
perenungan kitas sebagai manusia Indonesia untuk merengungkan kembali, dan
memikirkan, betapa pancasila merupakan unsur penting negara ini.
Kita
harus menyadari bahwa pancasila merupakan faktor pengikat kesatuan bansga dan
negara kita, dan hanya dengan penghayatan serta pengamalan Pancasila, kita
dapat lebih menjadi manusia Indonesia yang seutuhnya, manusia yang berbudi
pekerti luhur. Tentunya, pengamalan pancasila ini, haruslah terlebih dahulu
diawali dengan pemahanam, lalu penghayatan, dan perenungan akan hakikat dari
Pancasila itu sendiri. Penghayatan dan pengamalan itu sendiri tidak bisa hanya
didasarkan pada satu sila, ataupun sebagian saja, melainkan pada seluruh sila
beserta nilai, dan butir yang ada di dalamnya. Sebab, sila-sila dalam Pancasila
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dimana masing-masing
diantaranya saling terkait. Pengamalan sila pertama, pasti akan membawa kita
pada pengamalan sila kedua, dan seterusnya. Sebagaimana cara kita memandang
Pancasila sebagai dasar filosofis di dalamnya, bahwa keutuhan Pancasila, juga
menggambarkan keutuhan negara, sehingga kita, Manusia Indonesia, berkewajiban
memahami, menghayati secara mendalam, serta mengamalkan Pancasila dengan baik
dan benar secara utuh, dan menyeluruh.
[2] Prof.
Drs. H.A.W Widjaja, Penerapan Nilai-nilai
Pancasila dan HAM di Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, 2000 hlm. 75
[3] Ibid.,
hlm. 73-74
[4]
Notonegoro, Prof. Dr.Drs. S.h., Beberapa hal mengenai falsafah Pancasila,
cetakan ke IV, Jakarta, Pancuran Tujuh, 1979.
[5] Prof.
Drs. H.A.W Widjaja, Penerapan Nilai-nilai
Pancasila dan HAM di Indonesia, Penerbit Rineka Cipta, 2000
hlm. 67-68
BY Fajar Ilham Mahafi
FH UNDIP '09
BY Fajar Ilham Mahafi
FH UNDIP '09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar