Pembangunan suatu bangsa sangat diperlukan untuk mencapai kemakmuran
rakyat.Yang mana kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama dari sebuah
bangsa.Kemakmuran tersebut tidak serta merta tercapai hanya dengan obrolan
warung kopi saja, namun dilakukannya bermacam tindakan yang nyata.Tindakan tersebut
dapat berupa menyelenggarakan pembangunan di bidang sumber daya manusia,
pembangunan infrastruktur, kesehatan, perekonomian, dan sector lainnya.
Hal di atas sering kali terbentur dengan kurangnya anggaran yang di dapat
untuk membiayai pembangunan. Untuk itu, Negara mengambil kebijakan hutang
kepada pihak lain walaupun ini merupakan solusi jangka pendek. Namun jika hutang tersebut dapat dikelola
dengan baik, maka akan berdampak positif pada perekonomian suatu Negara secara
keseluruhan.dari dulu, masalah hutang luar negeri sudah menjadi perdebatan
klasik, baik secata teoritis maupun praktis. Tercatat dalam sejarah dunia teleh
terjadi krisis hutang yang hebat, antara lain tahun 1930-an, 1980-an, 1990-an,
hingga sekarang ini yang melanda amerika dan Yunani di Eropa. Di indonesia sendiri, pembiayaan pembangunan tidak dapat spenuhnya terpenuhi
dari APBN semata. Namun, sebagian pembiayaan pembangunan terpenuhi dari dana
pinjaman yang jumlahnya tidak sedikit.
Menurut berbagai ahli perekonomian dunia, terjadi perdebatan mengenai
utang luar negeri.Ada yang menanggapi positif, yaitu, utang luar negeri
dianggap sebagai stimulus yang merangsang pertumbuhan ekonomi.Selain itu, tidak
sedikit pula yang menentang utang luar negeri.Hal tersebut dikarenakan
kekhawatiran bahwa utang hanya merupakan solusi jangka pendek, dan bila
dilakukan terus menerus dapat menjadikan sifat aditif pada perekonomian suatu
Negara.
A.
Ketergantungan Hutang Luar Negeri Untuk Membiayai Pembangunan
Nasional.
Seperti yang telah dipaparkan diatas, tidak semua Negara mampu membiayai
pembangunan Negara-nya hanya daripendapatan nasionalnya semata.Pada umumnya,
Negara- Negara berkembang sangat tergantung pada pinjaman luar negeri guna
membiayai pembangunan nasional-nya.sehingga dalam jangka panjang, ketergantungan
ini akan menjadi bom waktu yang justru akan menghancurkan perekonomian Negara
tersebut.
Hal tersebut merujuk pada tahun 1980-an yang mana pada suatu penelitian
yang dilakukan oleh Susan George, menunjukan bahwaaliran modal yang mengucur
dari Negara maju yang umumnya Negara kreditur tidak diimbangi oleh aliran dana
yang mengalir dari Negara berkembang ke Negara maju.
Namun, hutang luar negeri tidak hanya dimonopoli oleh Negara- Negara
berkembang.Sebaliknya, Negara- Negara maju pun menjadi Negara dengan hutang
terbanyak. Abel berikut memaparkan Negara- Negara dengan hutang terbanyak:
Tabel 1
Negara- Negara dengan Hutang Terbanyak
No
|
Negara
|
Jumlah Hutang
|
1
|
World
|
$ 53,970,000,000,000
|
2
|
United States
|
$ 12,250,000,000,000
|
3
|
United Kingdom
|
$ 10,450,000,000,000
|
4
|
Germany
|
$ 4,489,000,000,000
|
5
|
France
|
$ 4,396,000,000,000
|
6
|
Italy
|
$ 2,345,000,000,000
|
7
|
Netherland
|
$ 2,277,000,000,000
|
8
|
Spain
|
$ 2,047,000,000,000
|
9
|
Ireland
|
$ 1,841,000,000,000
|
10
|
Japan
|
$
1,492,000,000,000
|
11
|
Switzerland
|
$
1,340,000,000,000
|
29
|
India
|
$
148,100,000,000
|
30
|
Indonesia
|
$
140,700,000,000
|
Sumber: Central
Intelegen Agency, Diolah
Pada dasarnya, semua Negara sah- sah saja berhutang, asal memperhatikan
berbagai indicator sejauh mana hutang membebani negaranya atau tidak:
§
DSR (DEBT SERVICE RATIO) Yaitu Perbandingan
Antara Pembayaran Bunga Dan Cicilan Pokok Terhadap Penerimaan Ekspor (20%)
§
DGNP
(DEBT TO GNP RATIO) yaitu persentase utang terhadap GNP (40%)
§
DER (DEBT
EXPORT RATIO) yaitu ratio utang LN terhadap expor (200%)
Yang mana dari setiap indicator tersebut memiliki batas aman dalam
berhutang. Dengan kata lain, indicator- indicator tersebut berfungsi sebagai
early warning perekonomian suatu Negara.
B.
Resiko Hutang yang Dihadapi Indonesia
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, beliau
memiliki tekad yang bulat dalam menjalankan roda pemerintahannya berprinsip
berdikari (berdiri di kaki sendiri). Yang mana tekad tersebut merupakan cara
membangun kepercayaan diri bangsa Indonesia yang baru saja lahir sebagai Negara
berdaulat. Terlepas dari berhasil atau tidaknya konsep tersebut, soekarno telah
menanamkan sikap tegar agar bangsa Indonesia harus mampu membangun bangsanya
tanpa ada campur tangan asing.
Namun setelah jatuhnya orde
lama dan digantikan dengan orde baru dengan Mayjen Soeharto sebagai presiden,
konsep yang dibangun Soekarno diubah drastis.Perekonomian pada masa orde baru
dibangun dengan hutang.Memang tidak sedikit prestasi yang telah dicapai oleh
pemerintahan Orba, seperti pembangunan, swasembada pangan, serta pertumbuhan
yang selalu positif dalam angka 7% setiap tahunnya.Sayangnya, pertumbuhan yang
tinggi tersebut tidak diikuti oleh pertumbuhan perkapita yang tinggi pula.
Pada dasarnya, pemerintahan
soeharto menganggap hutang luar negeri sebagai injeksi terhadap
perekonomian.Maksudnya adalah, pinjaman yang didapat dipakai sebagai penutup
deficit anggaran pada APBD serta menutup deficit neraca pembayaran. Pada
intinya adalah, pinjaman luar negeri merupakan solusi jangka pendek yang
apabila dilakukan dalam jangka panjang akan mengakibatkan ketergantungan
(adiktif).
Terbukti sejak dimulainya orde
baru hingga berakhirnya rezim orba APBN di sokong oleh dana segar dari hasil
ber-hutang dari luar negeri. Table II menjelaskan tentang psisi utang luar
negeri Indonesia pada masa orde baru.
Tabel II
Pinjaman Pemerintah Dan
Penerimaan APBN
( dalam milyar rupiah )
Tahun
|
Pinjaman
Program
|
Pinjjaman
Proyek
|
Total
Pinjaman
|
Penerimaan
APBN
(terealisasi)
|
%
Total Pinjaman Terhadap Penerimaan APBN
|
1998/1999
1997/1998
1997/1996
1995/1996
1994/1995
1993/1994
1992/1993
1991/1992
1990/1991
1989/1990
1988/1989
1987/1988
1986/1987
1985/1986
1984/1985
|
36.403
0
0
0
0
517
517
1.563
1.397
1.077
2.041
728
1957
1.957
69
|
25.917
14.386
11.900
9.009
9.838
10.752
10.581
8.590
8.508
8.422
7.950
5.430
3.794
3.503
3.409
|
62.320
14.386
11.900
9.009
9.838
11.269
11.098
10.153
9.905
9.429
9.991
6.158
5751
3.572
3.478
|
215.130
126.661
99.530
82.023
76.256
66.866
59.961
51.994
49.451
38.169
32.995
26.961
21.892
22.825
19.384
|
28,97%
11,36%
11,96%
10.98%
12,90%
16,85%
16,85%
18,51%
19,53%
20,03%
24,70%
30,28%
22,84%
26,27%
15,65%
|
Dari
data di atas terlihatt jjelas bahwa sebagian sumber APBN bergantung pada utang
luar negeri. Memang dari tahun ke tahun perbandingan antara prosentase utang
luar negeri dengan APBN fluktuatif, akan tetapi, prosentase-nya bias dibilang tidak sedikit.
Selalu berada pada posisi dua digit.Dan paling banyak berada pada tahun
anggaran 1987-1988.
Sedangkan selain resiko rasio utang dengan GDP
Indonesia, masalah utang luar negeri juga memiliki resiko yang diakibatkan oleh
kurs valuta asing yang fluktuatif. Kurs dapat diidentifikasi dengan dua cara,
yaitu cara amerika (cara langsung) dan cara eropa (cara tidak langsung). Pada
cara amerika, kuurs valuta asing diitung dari harga mata uang domestic. Cara
ini juga sering dipakai dalam literature yang membahas tentang kurs valuta
asing.Sedangkan kurs mata uang eropa dapat diartikan harga satu unit uang domestic
dalam mata uang asing.
Sejak Indonesia menganut
sistem nilai tukar bebas atau free floating, posisi kurs utang luar negeri
Indonesia tidak menentu.Karena setiap naiknya nilai tukar dolar –jika utang
luar negeri tersebut menggunakan standar dolar- terhadap rupiah, maka utang
luar negeri Indonesia pun ikut membengkak. Sebagai contoh, utang Indonesia saat
ini adalah Rp. 140.700.000.000.000 (seribu enam ratus triliyun rupiah), jika
kita umpamakan nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah Rp. 9.500,-. Maka apabila
mata dolar menguat sebesar Rp.100,-menjadi Rp.9.600,- utang Indonesia
membengkak kurang lebih Rp. 40.000.000.000,-.
Begitupun sebaliknya, jika
nilai tukar rupiah menguat meka nilai utang Indonesia akan menurun sebesar
menguatnya kurs rupiah terhadap valuta asing.
Hal di atas terbukti pada krisis moneter yang melanda Indonesia pada
tahun 1997 yang semula kurs dolar terhadap Rupiah ada pada kisaran Rp.
2.200-an. Dampak dari jatuhnya kurs mata uang regional di asean yang diawali
dari bath Thailand yang akhirnya merambat keindonesia sehingga rupiah jatuh di
posisi Rp. 14.000 per dolar AS. Menyebabkan nilai utang luar negeri Indonesia
membengkak berkali- kali lipat.
Menurut Maurin Sitorus,
pergerakan kurs mata uang dapat mempengaruhi utang dikarenakan tiga factor
dibawah ini: (1) struktur dari utang luar negeri tersebut, (2) struktur
penerimaan ekspor, serta (3) fluktuasi mata uang utama dunia.
selain resiko yang bersifat ekonomis, utang luar negeri dapat berdampak pada kebijakan politik luar negeri suatu Negara debitur. Misalnya saja pada waktu krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 memaksa Indonesia harus berhutang kepada IMF ang disebut- sebut sebagai lembaga keuangan bentukan barat. Syarat yang diberikan IMF kepada Indonesia agar dapat mendapat kucuran dana segar adalah merelakan rakyat timor timur melakukan referendum guna menentukan nasib untuk tetap bergabung dengan NKRI ata melepaskan diri dari pangkuan ibu pertiwi. Tentu syarat tersebut sangat menyakitkan untuk rakyat Indonesia. Namun ini merupakan konsekwensi yang harus dilakukan demi menghindari kehancuran perekonomian Negara pada waktu itu.
selain resiko yang bersifat ekonomis, utang luar negeri dapat berdampak pada kebijakan politik luar negeri suatu Negara debitur. Misalnya saja pada waktu krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 memaksa Indonesia harus berhutang kepada IMF ang disebut- sebut sebagai lembaga keuangan bentukan barat. Syarat yang diberikan IMF kepada Indonesia agar dapat mendapat kucuran dana segar adalah merelakan rakyat timor timur melakukan referendum guna menentukan nasib untuk tetap bergabung dengan NKRI ata melepaskan diri dari pangkuan ibu pertiwi. Tentu syarat tersebut sangat menyakitkan untuk rakyat Indonesia. Namun ini merupakan konsekwensi yang harus dilakukan demi menghindari kehancuran perekonomian Negara pada waktu itu.
Untuk itu, perlu adanya kerja keras dari semua pihak agar segera tercapainya kemandirian kita di bidang perekonomian agar kita benar- benar menjadi negara yang independen dan bebas dari intervensi asing. Karena apabila perekonomian suatu negara telah dikuasai oleh asing dengan jerat hutangnya, maka segala keputusan yang berkaitan dengan bidang ekonomi maupun politik akan rentan "disetir" oleh pihak asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar