Minggu, 15 April 2012

Sebuah Tinjauan Tentang Hutang Luar Negeri



Pembangunan suatu bangsa sangat diperlukan untuk mencapai kemakmuran rakyat.Yang mana kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama dari sebuah bangsa.Kemakmuran tersebut tidak serta merta tercapai hanya dengan obrolan warung kopi saja, namun dilakukannya bermacam tindakan yang nyata.Tindakan tersebut dapat berupa menyelenggarakan pembangunan di bidang sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, kesehatan, perekonomian, dan sector lainnya.
Hal di atas sering kali terbentur dengan kurangnya anggaran yang di dapat untuk membiayai pembangunan. Untuk itu, Negara mengambil kebijakan hutang kepada pihak lain walaupun ini merupakan solusi jangka pendek.  Namun jika hutang tersebut dapat dikelola dengan baik, maka akan berdampak positif pada perekonomian suatu Negara secara keseluruhan.dari dulu, masalah hutang luar negeri sudah menjadi perdebatan klasik, baik secata teoritis maupun praktis. Tercatat dalam sejarah dunia teleh terjadi krisis hutang yang hebat, antara lain tahun 1930-an, 1980-an, 1990-an, hingga sekarang ini yang melanda amerika dan Yunani di Eropa. Di indonesia sendiri, pembiayaan pembangunan tidak dapat spenuhnya terpenuhi dari APBN semata. Namun, sebagian pembiayaan pembangunan terpenuhi dari dana pinjaman yang jumlahnya tidak sedikit.
Menurut berbagai ahli perekonomian dunia, terjadi perdebatan mengenai utang luar negeri.Ada yang menanggapi positif, yaitu, utang luar negeri dianggap sebagai stimulus yang merangsang pertumbuhan ekonomi.Selain itu, tidak sedikit pula yang menentang utang luar negeri.Hal tersebut dikarenakan kekhawatiran bahwa utang hanya merupakan solusi jangka pendek, dan bila dilakukan terus menerus dapat menjadikan sifat aditif pada perekonomian suatu Negara.


A.                Ketergantungan Hutang Luar Negeri Untuk Membiayai Pembangunan Nasional.
Seperti yang telah dipaparkan diatas, tidak semua Negara mampu membiayai pembangunan Negara-nya hanya daripendapatan nasionalnya semata.Pada umumnya, Negara- Negara berkembang sangat tergantung pada pinjaman luar negeri guna membiayai pembangunan nasional-nya.sehingga dalam jangka panjang, ketergantungan ini akan menjadi bom waktu yang justru akan menghancurkan perekonomian Negara tersebut.
Hal tersebut merujuk pada tahun 1980-an yang mana pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Susan George, menunjukan bahwaaliran modal yang mengucur dari Negara maju yang umumnya Negara kreditur tidak diimbangi oleh aliran dana yang mengalir dari Negara berkembang ke Negara maju.
Namun, hutang luar negeri tidak hanya dimonopoli oleh Negara- Negara berkembang.Sebaliknya, Negara- Negara maju pun menjadi Negara dengan hutang terbanyak. Abel berikut memaparkan Negara- Negara dengan hutang terbanyak:

Tabel 1
Negara- Negara dengan Hutang Terbanyak
No
Negara
Jumlah Hutang
1
World
$ 53,970,000,000,000
2
United States
$ 12,250,000,000,000
3
United Kingdom
$ 10,450,000,000,000
4
Germany
$ 4,489,000,000,000
5
France
$ 4,396,000,000,000
6
Italy
$ 2,345,000,000,000
7
Netherland
$ 2,277,000,000,000
8
Spain
$ 2,047,000,000,000
9
Ireland
$ 1,841,000,000,000
10
Japan
$ 1,492,000,000,000
11
Switzerland
$ 1,340,000,000,000
29
India
$ 148,100,000,000
30
Indonesia
$ 140,700,000,000
Sumber: Central Intelegen Agency, Diolah

Pada dasarnya, semua Negara sah- sah saja berhutang, asal memperhatikan berbagai indicator sejauh mana hutang membebani negaranya atau tidak:

§  DSR (DEBT SERVICE RATIO) Yaitu Perbandingan Antara Pembayaran Bunga Dan Cicilan Pokok Terhadap Penerimaan Ekspor (20%)
§  DGNP (DEBT TO GNP RATIO) yaitu persentase utang terhadap GNP (40%)
§  DER (DEBT EXPORT RATIO) yaitu ratio utang LN terhadap expor (200%)
Yang mana dari setiap indicator tersebut memiliki batas aman dalam berhutang. Dengan kata lain, indicator- indicator tersebut berfungsi sebagai early warning perekonomian suatu Negara.

B.             Resiko Hutang yang Dihadapi Indonesia

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, beliau memiliki tekad yang bulat dalam menjalankan roda pemerintahannya berprinsip berdikari (berdiri di kaki sendiri). Yang mana tekad tersebut merupakan cara membangun kepercayaan diri bangsa Indonesia yang baru saja lahir sebagai Negara berdaulat. Terlepas dari berhasil atau tidaknya konsep tersebut, soekarno telah menanamkan sikap tegar agar bangsa Indonesia harus mampu membangun bangsanya tanpa ada campur tangan asing.
      Namun setelah jatuhnya orde lama dan digantikan dengan orde baru dengan Mayjen Soeharto sebagai presiden, konsep yang dibangun Soekarno diubah drastis.Perekonomian pada masa orde baru dibangun dengan hutang.Memang tidak sedikit prestasi yang telah dicapai oleh pemerintahan Orba, seperti pembangunan, swasembada pangan, serta pertumbuhan yang selalu positif dalam angka 7% setiap tahunnya.Sayangnya, pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak diikuti oleh pertumbuhan perkapita yang tinggi pula.
      Pada dasarnya, pemerintahan soeharto menganggap hutang luar negeri sebagai injeksi terhadap perekonomian.Maksudnya adalah, pinjaman yang didapat dipakai sebagai penutup deficit anggaran pada APBD serta menutup deficit neraca pembayaran. Pada intinya adalah, pinjaman luar negeri merupakan solusi jangka pendek yang apabila dilakukan dalam jangka panjang akan mengakibatkan ketergantungan (adiktif).
      Terbukti sejak dimulainya orde baru hingga berakhirnya rezim orba APBN di sokong oleh dana segar dari hasil ber-hutang dari luar negeri. Table II menjelaskan tentang psisi utang luar negeri Indonesia pada masa orde baru.
     
Tabel II
Pinjaman Pemerintah Dan Penerimaan APBN
( dalam milyar rupiah )
Tahun
Pinjaman Program
Pinjjaman Proyek
Total Pinjaman
Penerimaan APBN
(terealisasi)
% Total Pinjaman Terhadap Penerimaan APBN
1998/1999
1997/1998
1997/1996
1995/1996
1994/1995
1993/1994
1992/1993
1991/1992
1990/1991
1989/1990
1988/1989
1987/1988
1986/1987
1985/1986
1984/1985
36.403
0
0
0
0
517
517
1.563
1.397
1.077
2.041
728
1957
1.957
69
25.917
14.386
11.900
9.009
9.838
10.752
10.581
8.590
8.508
8.422
7.950
5.430
3.794
3.503
3.409
62.320
14.386
11.900
9.009
9.838
11.269
11.098
10.153
9.905
9.429
9.991
6.158
5751
3.572
3.478
215.130
126.661
99.530
82.023
76.256
66.866
59.961
51.994
49.451
38.169
32.995
26.961
21.892
22.825
19.384
28,97%
11,36%
11,96%
10.98%
12,90%
16,85%
16,85%
18,51%
19,53%
20,03%
24,70%
30,28%
22,84%
26,27%
15,65%


            Dari data di atas terlihatt jjelas bahwa sebagian sumber APBN bergantung pada utang luar negeri. Memang dari tahun ke tahun perbandingan antara prosentase utang luar negeri dengan APBN fluktuatif, akan tetapi,  prosentase-nya bias dibilang tidak sedikit. Selalu berada pada posisi dua digit.Dan paling banyak berada pada tahun anggaran 1987-1988.
Sedangkan  selain resiko rasio utang dengan GDP Indonesia, masalah utang luar negeri juga memiliki resiko yang diakibatkan oleh kurs valuta asing yang fluktuatif. Kurs dapat diidentifikasi dengan dua cara, yaitu cara amerika (cara langsung) dan cara eropa (cara tidak langsung). Pada cara amerika, kuurs valuta asing diitung dari harga mata uang domestic. Cara ini juga sering dipakai dalam literature yang membahas tentang kurs valuta asing.Sedangkan kurs mata uang eropa dapat diartikan harga satu unit uang domestic dalam mata uang asing.
Sejak Indonesia menganut sistem nilai tukar bebas atau free floating, posisi kurs utang luar negeri Indonesia tidak menentu.Karena setiap naiknya nilai tukar dolar –jika utang luar negeri tersebut menggunakan standar dolar- terhadap rupiah, maka utang luar negeri Indonesia pun ikut membengkak. Sebagai contoh, utang Indonesia saat ini adalah Rp. 140.700.000.000.000 (seribu enam ratus triliyun rupiah), jika kita umpamakan nilai tukar rupiah terhadap dolar adalah Rp. 9.500,-. Maka apabila mata dolar menguat sebesar Rp.100,-menjadi Rp.9.600,- utang Indonesia membengkak kurang lebih Rp. 40.000.000.000,-.
Begitupun sebaliknya, jika nilai tukar rupiah menguat meka nilai utang Indonesia akan menurun sebesar menguatnya kurs rupiah terhadap valuta asing.  Hal di atas terbukti pada krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997 yang semula kurs dolar terhadap Rupiah ada pada kisaran Rp. 2.200-an. Dampak dari jatuhnya kurs mata uang regional di asean yang diawali dari bath Thailand yang akhirnya merambat keindonesia sehingga rupiah jatuh di posisi Rp. 14.000 per dolar AS. Menyebabkan nilai utang luar negeri Indonesia membengkak berkali- kali lipat.
Menurut Maurin Sitorus, pergerakan kurs mata uang dapat mempengaruhi utang dikarenakan tiga factor dibawah ini: (1) struktur dari utang luar negeri tersebut, (2) struktur penerimaan ekspor, serta (3) fluktuasi mata uang utama dunia.
            selain resiko yang bersifat ekonomis, utang luar negeri dapat berdampak pada kebijakan politik luar negeri suatu Negara debitur. Misalnya saja pada waktu krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 memaksa Indonesia harus berhutang kepada IMF ang disebut- sebut sebagai lembaga keuangan bentukan barat. Syarat yang diberikan IMF kepada Indonesia agar dapat mendapat kucuran dana segar adalah merelakan rakyat timor timur melakukan referendum guna menentukan nasib untuk tetap bergabung dengan NKRI ata melepaskan diri dari pangkuan ibu pertiwi. Tentu syarat tersebut sangat  menyakitkan untuk rakyat Indonesia. Namun ini merupakan konsekwensi yang harus dilakukan demi menghindari kehancuran perekonomian Negara pada waktu itu.
Untuk itu, perlu adanya kerja keras dari semua pihak agar segera tercapainya kemandirian kita di bidang perekonomian agar kita benar- benar menjadi negara yang independen dan bebas dari intervensi asing. Karena apabila perekonomian suatu negara telah dikuasai oleh asing dengan jerat hutangnya, maka segala keputusan yang berkaitan dengan bidang ekonomi maupun politik akan rentan "disetir" oleh pihak asing.

Ditulis oleh:
Imam Zia Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar