Oleh:Mohammad Rizal Febri Ibrahim
BADANNYA mungil. Rambutnya keriting. Raut wajahnya mencerminkan ketenangan. Saat diajak berbicara, perempuan kelahiran Surakarta, 9 Februari 1991, ini hanya menjawab dengan kalimat pendek. Dengan ditemani adiknya yang saat itu berdiri di sampingnya, Ayu Trihandayani pun mulai menceritakan awal mula perkenalannya dengan batik.
Pada 2007, ia baru menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Surakarta, Jawa Tengah. Sambil menunggu waktu untuk melanjutkan studi, ia pun mendaftarkan diri ke sekolah keterampilan yang berada di bawah naungan yayasan yang sama. Anak kedua dari empat bersaudara ini mempelajari keterampilan dengan membuat tempat tisu dari mote. Ternyata, pihak sekolah sedang menambah kurikulum pelajaran dengan memasukkan keterampilan membatik.
“Sekolah menyediakan pelatihan dengan guru yang berasal dari Yogyakarta. Sebelumnya disaring dulu. Dilihat mana yang punya bakat untuk diajari membatik. Ada empat anak yang lolos, termasuk saya,” ujar Ayu kepada Media Indonesia di area pameran Inacraft, Jakarta, Rabu (25/4).
Semangat Ayu membatik mulai tersulut sejak pertama diajari gurunya. Tanpa kedua tangan, ia mulai mengasah kemampuan kakinya untuk menggerakkan canting di atas kain yang sudah diberi motif. Penilaian para gurunya tak salah. Ia berhasil menyelesaikan pembatikan dalam waktu kurang dari seminggu.
“Kesulitannya itu panas kalau kena malamnya. Pernah kulitku melepuh tapi enggak parah, sih. Kalau desain itu yang gambar gurunya. Saya hanya menggambar sesuai pola,” jelas Ayu.
Tantangan lain yang dihadapi ialah mempertahankan semangat. Jika sedang bersemangat, ia bisa menyelesaikan pembatikan dalam waktu seminggu. Jika rasa malas dan jenuh menghampiri, ia butuh waktu yang lebih lama. Untuk mengatasinya, ia menikmati waktu dengan bersantai dan bermain dengan adik bungsunya yang masih berusia delapan tahun.
“Orangtua dan keluarga memotivasi saya untuk maju,” cetusnya saat ditanya sumber inspirasinya.
Ingin mendesain
Selama beberapa waktu, Ayu hanya membatik dalam rangka tugas sekolah. Beberapa karya yang dihasilkannya berhasil dijual dalam pelelangan saat yayasan menggelar acara di luar sekolah. Yang paling diingat ialah saat karyanya dibeli istri Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. Uang hasil penjualan sebagian dia gunakan untuk membeli ponsel dan sepeda.
“Saya bisa naik sepeda, Mbak,” cetusnya sambil tertawa.
Kemahirannya membatik menarik perhatian sebuah yayasan. Ayu pun diajak untuk bekerja pada pengusaha batik yang juga tetangga dekatnya, Abu Bakar. Pola yang digambar dengan pensil sudah disediakan Abu, Ayu tinggal meneruskannya dengan lilin.
Jika proses pembatikan awal sudah selesai, ia mengembalikannya kepada Abu untuk diwarnai. Jika batik masih setengah jadi, ia pun kembali membatik untuk memenuhinya dengan motif lain. Butuh kesabaran dan keterampilan tinggi saat melakukannya karena polanya detail.
"Lebih gampang ngebatik dari pola dasar daripada yang harus mengisi. Soalnya, itu harus sabar," sahutnya.
Harga kain buatannya kini mulai dijual secara komersial. Pameran Inacraft merupakan ajang perdana untuk mempromosikan karyanya. Abu, sebagai mitra pengusaha, membanderol kainnya dengan harga Rp2 juta. Harganya memang relatif mahal karena seluruh kain yang dihasilkan adalah batik tulis. Apalagi, batik buatan Ayu tak kalah dari produk batik yang diciptakan perajin yang memiliki fisik normal.
Meski begitu, Ayu belum akan berhenti belajar. Perempuan yang kini duduk di kelas 2 SMA YPAC Surakarta ini mengaku ingin bisa mendesain batiknya sendiri.
“Sekarang, saya masih belum bisa desain. Tapi, ke depan saya ingin nyoba untuk buat desain saya sendiri,” tukasnya singkat.
Belum mandiri
Tak seluruh cerita hidup Ayu manis. Ia pernah dihina karena penampilan fisiknya yang berbeda. Jika sudah begitu, ia meladeninya dengan sikap cuek. Setelah ia mampu berkarya, orang-orang yang menghinanya pun diam.
“Sikap mereka jadi pemacu saya untuk maju,” sahutnya.
Batik telah menguatkan keyakinannya bahwa dirinya bisa mandiri. Ia pun bisa mendapat pengalaman berkunjung ke luar Kota Surakarta. Dengan penghasilan yang diterimanya, ia sudah mulai menabung untuk kehidupan mendatang. Namun, ia mengaku belum cukup mandiri untuk saat ini.
“Mandiri itu bagi saya artinya bisa beli peralatan sendiri. Sekarang sih mulai dikumpulin sedikit-sedikit. Nanti, moga-moga bisa beli yang dibutuhkan sendiri,” harapnya. (M-6)
Biodata
Nama: Ayu Trihandayani
Tempat, Tanggal Lahir: Solo, 9 Februari 1991
Anak ke: 2 dari 4 bersaudara
Pendidikan: Kelas 2 SMA YPAC Solo
Hobi: Membatik, Bersepeda
Sumber:
untuk Ayu Tri Handayani ada contact personnya ?
BalasHapusFbnya Ayoe Prasetya. Kebetulan dia temen saya
Hapus