Indonesia Surganya Narkoba.Mungkin ungkapan tersebut tidak salah untuk menggambarkan kondisi pernarkobaan di Indonesia saat ini.Miris memang melihat Indonesia menjadi sebuah negara pengedar narkoba terbesar di dunia bersama Columbia dan China.Ironis memang.Di Negara Paman Sam Amerika Serikat sendiri.Berdasarkan penelitian dari National Survey on Drug Use and health atau NSDUH,pada tahun 2008 jumlah penyalahgunaan shabu berkisar 300 ribuan jiwa,dan setahun berselang,prevalensi penyalahgunaan shabu ini mencapai 500 ribu jiwa lebih.Sehingga mampu dikatakan ada peningkatan sebanyak 40%. Namun pada tahun 2010,tern shabu kembali turun hingga angka 350 ribu jiwa.(Survey National Drugs Report of US).
Yang paling hangat hangat 'tahi ayam " adalah kasus narkoba yang melibatkan polisi masih saja terus terjadi. Polisi yang bertugas memberantas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan narkoba, justru terlibat kriminal. Dalam dua pekan belakangan ini saja, sudah tiga polisi ditangkap karena penyalahgunaan narkotika. Pada Rabu (14/3), misalnya, seorang polisi berpangkat brigadir dibekuk lantaran kedapatan membawa sabu di kawasan Daan Mogot, Jakarta. Sebelumnya, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak yang bertugas di Polres Jakarta Selatan juga ditangkap dalam kasus serupa. Seorang berjabatan Kepala Polisi Sektor Cibarusah, Bekasi, bahkan kedapatan mengonsumsi narkoba di rumah dinasnya.
Keterlibatan polisi dalam penyalahgunaan narkoba, entah pemakai atau pengedar, jelas sangat memprihatinkan sekaligus memalukan. Celakanya, kejahatan narkoba itu tak cuma dimonopoli polisi.
Pada Januari lalu, seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, tertangkap basah sedang mengonsumsi narkotika jenis sabu.
Bukan itu saja, petugas LP juga kerap terlibat dalam jaringan narkoba.
Banyaknya aparat penegak hukum yang terlibat kasus narkoba itu seperti meneguhkan pernyataan bahwa Indonesia memang surga narkoba dunia. Tidak mengherankan, meski upaya pemberantasan terus dilakukan, peredaran narkoba tak kunjung bisa dihentikan.
Yang paling hangat hangat 'tahi ayam " adalah kasus narkoba yang melibatkan polisi masih saja terus terjadi. Polisi yang bertugas memberantas segala bentuk kejahatan, termasuk kejahatan narkoba, justru terlibat kriminal. Dalam dua pekan belakangan ini saja, sudah tiga polisi ditangkap karena penyalahgunaan narkotika. Pada Rabu (14/3), misalnya, seorang polisi berpangkat brigadir dibekuk lantaran kedapatan membawa sabu di kawasan Daan Mogot, Jakarta. Sebelumnya, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak yang bertugas di Polres Jakarta Selatan juga ditangkap dalam kasus serupa. Seorang berjabatan Kepala Polisi Sektor Cibarusah, Bekasi, bahkan kedapatan mengonsumsi narkoba di rumah dinasnya.
Keterlibatan polisi dalam penyalahgunaan narkoba, entah pemakai atau pengedar, jelas sangat memprihatinkan sekaligus memalukan. Celakanya, kejahatan narkoba itu tak cuma dimonopoli polisi.
Pada Januari lalu, seorang jaksa dari Kejaksaan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, tertangkap basah sedang mengonsumsi narkotika jenis sabu.
Bukan itu saja, petugas LP juga kerap terlibat dalam jaringan narkoba.
Banyaknya aparat penegak hukum yang terlibat kasus narkoba itu seperti meneguhkan pernyataan bahwa Indonesia memang surga narkoba dunia. Tidak mengherankan, meski upaya pemberantasan terus dilakukan, peredaran narkoba tak kunjung bisa dihentikan.
Itu sebabnya, Indonesia kini dinilai banyak kalangan sedang dalam
kondisi darurat narkoba. Fakta memang memperlihatkan tidak ada satu pun
daerah atau kawasan di Tanah Air yang bebas narkoba.
Karena itu, keterlibatan aparat penegak hukum--terutama polisi--dalam kasus narkoba tidak boleh dipandang sebagai urusan dan tanggung jawab pribadi sebagai oknum, tapi haruslah dilihat dalam kacamata institusi.
Dengan demikian, seluruh petinggi institusi harus berani mengambil langkah keras, tegas, dan konsisten terhadap jajarannya yang terlibat kasus narkoba. Sanksi yang diberikan terhadap penegak hukum yang melanggar hukum mestinya dibikin seberat-beratnya sehingga memberikan efek jera.
Apalagi bila itu menyangkut institusi kepolisian. Sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kejahatan, aparat kepolisian haruslah bebas dari lingkaran kejahatan.
Pemberantasan narkoba membutuhkan komitmen kuat dari negara. Pemberantasan akan sia-sia jika upaya penanggulangannya hanya berputar-putar sebatas wacana.
Kepolisian juga tidak cukup hanya meminta maaf atas keterlibatan anggota mereka sembari selalu menyebut itu dilakukan oknum. Permintaan maaf harus dibarengi pembersihan secara sistemis di institusi tersebut.
Sumber:
http://regional.kompasiana.com.
http://www.bnn.go.id
Oleh: Mohammad Rizal Febri Ibrahim
Jurusan Sosilogi dan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial
Universutas Negeri Semarang
Karena itu, keterlibatan aparat penegak hukum--terutama polisi--dalam kasus narkoba tidak boleh dipandang sebagai urusan dan tanggung jawab pribadi sebagai oknum, tapi haruslah dilihat dalam kacamata institusi.
Dengan demikian, seluruh petinggi institusi harus berani mengambil langkah keras, tegas, dan konsisten terhadap jajarannya yang terlibat kasus narkoba. Sanksi yang diberikan terhadap penegak hukum yang melanggar hukum mestinya dibikin seberat-beratnya sehingga memberikan efek jera.
Apalagi bila itu menyangkut institusi kepolisian. Sebagai garda terdepan dalam pencegahan dan penanganan kejahatan, aparat kepolisian haruslah bebas dari lingkaran kejahatan.
Pemberantasan narkoba membutuhkan komitmen kuat dari negara. Pemberantasan akan sia-sia jika upaya penanggulangannya hanya berputar-putar sebatas wacana.
Kepolisian juga tidak cukup hanya meminta maaf atas keterlibatan anggota mereka sembari selalu menyebut itu dilakukan oknum. Permintaan maaf harus dibarengi pembersihan secara sistemis di institusi tersebut.
Sumber:
http://regional.kompasiana.com.
http://www.bnn.go.id
Oleh: Mohammad Rizal Febri Ibrahim
Jurusan Sosilogi dan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial
Universutas Negeri Semarang
Mohon Dikomentarnya teman teman
BalasHapus