Senin, 19 Maret 2012

Demo Kok Jadi Budaya?


Salah seorang temanku bertanya,  “zi, kamu kan mahasiswa, koq ga pernah ikut demo sih?”. Dan aku Cuma senyum. Mungkin yang ada di benaknya adalah, mahasiswa harus melakukan demonstrasi, berkoar- koar didepan halayak. Ya, memang ini sedang ngetrend jika kita lihat di berita televisi- televisi nasional dan tak jarang yang berakhir ricuh.


Aku pribadi sih, sangat menghargai cara mereka yang memilih jalan ber-demo untuk menyampaikan aspirasi.  Aku juga yakin mereka punya alasan tersendiri untuk memilih jalan itu.

Tapi yang aku sayangkan adalah, sering kali demo berujung ricuh, bahkan bersifat anarkis. Merusak fasilitas umum lah, bakar ban ditengah jalan lah, blokir jalan lah, atau hanya sekedar orasi yang menempati badan jalan sehingga menyebabkan macet. Apa mereka gak sadar, buat bangun fasilitas umum kan pake duit rakyat, aksi mereka yang mengganggu ketertiban umum juga pastinya merugikan rakyat juga dong. Apa ini yang dikatakan sebagai memperjuangkan rakyat? Katanya orang berpendidikan? Koq pake-nya cara- cara yang gak cerdas sih?


Pernah suatu ketika aku lihat berita demo tentang hari bumi yang mengkritik tentang polusi. Tapi anehnya koq bawa …… yang pake kertas karton atau manila gitu. Nah, abis acara selesai mau dikemanain tuh atribut, Cuma dibuang toh? Sekarang coba piker lagi, bikin kertas pake kayu. Kayu didapet dari hutan. Kalo dipake Cuma sekali dan habis acara Cuma dibuang, apa itu bukan pemborosan?.

Sekarang gimana caranya jangan pake demo- demo-an. Aku piker sih, langsung aja tunjukin mereka cinta lingkungan dengan cara bersihin selokan kek. Pasti akan lebih bermanfaat. Dari pada Cuma koar- koar tanpa action.

Ditulis Oleh: Imam Zia Utama


2 komentar:

  1. miris mmang, skrg ini yg dbtuhkan action yg tpat

    BalasHapus
    Balasan
    1. bagaimana sekarang kinerja pemerintah dalam menghadapi persoalan ini?

      Hapus